Sifat Malu Adalah Bagian Dari Akhlaq Yang Terpuji
07 February 2016
Sifat Malu Adalah Bagian Dari Akhlaq Yang Terpuji -
Diantara akhlaq yang terpuji adalah memiliki rasa malu (al-haya), rasa
malu memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan, agar manusia
tidak berbuat sesukanya, tanpa memperhatikan etika agama, islam
memandang malu adalah termasuk dari iman. Rasulullah Saw. bersabda: "Sikap malu dan kalem adalah dua cabang iman. Caci maki dan lancang mulut adalah dua cabang sifat munafik."
Dalam hadits lain juga beliau bersabda: "Al-Haya
adalah sebagian daripada iman dan iman tempatnya di surga. Sedangkan
lancang mulut adalah kebengisan, dan kebengisan tempatnya di neraka."
Orang
kerap memilih istilah tak tahu malu, untuk menunjukan perbuatan kurang
ajar atau kebal muka, bagi yang terbiasa, orang tidak malu-malu lagi
berbuat tak senonoh meski disaksikan banyak orang. Karena iman yang
semakin menipis membuat sebagian remaja putri yang tidak lagi merasa
malu mempertontonkan pusar dan perutnya, laki-laki dan perempuan tidak
malu-malu lagi berangkulan berpelukan didepan umum, bahkan tidak malu
bunting sebelum menikah.
Dulu, orangtua mau menghajar anaknya
yang bunting dan melakukan perzinahan sebelum menikah, karena beratnya
pelanggaran dan besarnya dosa yang telah dilakukan, namun agaknya
sekarang hal itu sudah biasa dan wajar-wajar saja, Naudzubilah.
Adalah
Umar r.a. memerintahkan pencambukan anaknya, Abu Syahmah, hingga tewas
karena zina, anjuran beberapa sahabat untuk mem"peti es" kan perbuatan
anaknya ditolak tegas oleh Umar: "Hai anakku, lebih baik engkau
menerima hukuman ini sekarang, daripada nanti ayahmu yang menanggung
malu dihadapan Allah diakhirat!" Kata Umar kepada anaknya.
Trasisi
mundur jabatan seharusnya dibiasakan bagi para pejabat, jika menurutnya
kalau kursi itu diduduki, ia akan menanggung malu didepan rakyat.
Kitab-kitab
akhlaq, tauhid, atau fiqih selalu mengurai butir-butir peribahasa atau
puisi-puisi yang menyuruh bersikap khudhu', merendah diri dan bersikap
malu, banyak ulama salaf yang tidak suka pubilitas untuk mencari
popularitas demi jabatan dan harta kekayaan.
Abu Dzar
Al-Ghiffari, seorang sahabat yang pemalu, ia dikenal sangat alim dan
luar biasa jujurnya, ia tinggal menyudut kepinggir kota, menghindarkan
seluruh tawaran jabatan yang diberikan kepadanya, namun sekali dipinta
fatwanya, terlihat kepandaian dan keluasan ilmunya, ia dengan jujur dan
tidak malu-malu mengkritik keburukan tatanan sosial dan kebobrokan para
penguasa.
Seorang hukama mengatakan: "Barangsiapa menutup dirinya dengan baju malu, maka aib dirinya tidak akan terlihat orang." Nabi Muhammad Saw. bersabda: "Wahai manusia, kalau kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu."
Ada tiga rupa sifat malu, yaitu malu terhadap Allah, malu kepada orang lain, dan malu kepada diri sendiri.
Pertama: Malu kepada Allah, adalah dengan mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Ibnu Mas'ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: "Malulah kalian kepada Allah Swt. dengan malu yang sungguh-sungguh." Beliau juga bersabda: "Barang
siapa memelihara kepala dan isinya, perut dan muatannya, menepiskan
perhiasan dunia, mengingat maut dan siksa, berarti dia sudah berbuat
malu kepada Allah dengan malu yang sesungguh-sungguhnya."
Pernah suatu ketika ada seorang datang meminta nasehat kepada Nabi Muhammad Saw: "Wahai Rasulullah, berilah aku nasehat." Rasulullah Saw. bersabda: "Hendaklah kamu malu kepada Allah Swt. seperti halnya engkau malu kepada orang-orang terhormat dari kaummu."
Kedua: Malu kepada manusia, adalah dengan menahan cacian (kaafil adza) dan meninggalkan keburukan secara terus terang (tarkil mujaharah bil qabih).
Rasulullah Saw. bersabda: "Termasuk taqwa kepada Allah, adalah memelihara hubungan baik dengan sesama manusia."
Bentuk haya semacam ini, bisa muncul dari tata krama dan sopan santun terhadap sesama manusia, Rasulullah Saw. bersabda: "Barang siapa yang mengenakan jilbab haya, ia takkan terfitnah."
Ketiga: Malu kepada diri sendiri, adalah dengan kesucian diri dan meninggalkan keinginan yang hina (iffah), dan memelihara perenungan diri (shiyanah al-khalawat). Seorang ahli hikmat mengatakan: "Hendaknya malumu kepada dirimu sendiri lebih besar daripada malumu kepada orang lain."
Bentuk malu (haya) ini terbit dari keutamaan jiwa (fadhilat al-nafs) dan keindahan perilaku (husnul al-sarirah).
Ketika seseorang memiliki ketiga jenis malu ini dan mampu menerapkan secara proporsional, maka sempurnalah baginya jalan-jalan kebaikan, dan tercegah darinya biang-biang kejahatan, hidupnya terhormat dalam pandangan manusia dan mulia dalam pandangan Allah Swt.
Semoga bermanfaat dan semoga Allah Swt. memberikan kekuatan kepada kita semua agar bisa mengamalkannya, Aamiin.
(Baca Artikel Muslimah/iwanardika.com)